Selasa, 17 Juni 2025
Judul: Dinamika Hukum di Era Teknologi Modern 5.0: Tantangan dan Peluang Baru
Senin, 26 Mei 2025
Peran Sentral Logika Hukum dalam Pembuktian Perkara
Sabtu, 24 Mei 2025
Pembahasan tentang perbedaan Frasa pada pasal yang mengatur "Barang siapa menjadi Setiap Orang " dalam KUHP
Sabtu, 17 Mei 2025
Seragam dan Atribut Ormas
Kamis, 15 Mei 2025
Fenomena Kekosongan Hukum dalam Dinamika Sosial
Judul: Fenomena Kekosongan Hukum dalam Dinamika Sosial: Tantangan dan Strategi Responsif
Oleh: Dr. Sunardi, S.H.,M.H
Pendahuluan
Hukum idealnya menjadi sistem normatif yang mengatur perilaku masyarakat secara adil dan tertib. Namun, dalam kenyataannya, terdapat kondisi yang disebut kekosongan hukum (legal vacuum), yaitu saat suatu persoalan dalam masyarakat tidak diatur secara memadai oleh norma hukum yang berlaku. Kekosongan ini menjadi sumber ketidakpastian dan ketidakadilan dalam kehidupan bernegara. Artikel ini membahas penyebab, dampak, dan solusi atas kekosongan hukum, serta relevansinya dalam konteks Indonesia saat ini.
Penyebab Kekosongan Hukum
-
Perubahan Sosial dan Teknologi yang Cepat
Masyarakat mengalami transformasi sosial, ekonomi, dan teknologi yang jauh lebih cepat dari kemampuan legislasi. Contohnya adalah fenomena kriptoaset, kecerdasan buatan, dan digitalisasi data pribadi yang belum diatur secara utuh dalam sistem hukum nasional. -
Keterbatasan Legislasi
Proses pembentukan hukum yang panjang dan politis menyebabkan banyak norma yang tertinggal relevansinya. Celah hukum juga muncul karena perumusan pasal yang kabur atau tidak komprehensif. -
Pluralisme Hukum
Dalam negara dengan sistem hukum ganda seperti Indonesia (hukum negara, adat, agama), sering terjadi tumpang tindih atau bahkan kekosongan pengaturan karena batas yurisdiksi yang tidak jelas.
Dampak Kekosongan Hukum
-
Ketidakpastian Hukum
Masyarakat dan pelaku usaha tidak memiliki kepastian dalam mengambil keputusan, yang dapat menghambat investasi dan kepercayaan publik terhadap institusi negara. -
Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan
Aparat penegak hukum dapat menafsirkan hukum secara subjektif, yang dapat membuka ruang untuk diskriminasi atau kriminalisasi sewenang-wenang. -
Ketidakadilan Sosial
Kelompok marginal sering menjadi korban karena tidak adanya perlindungan hukum yang eksplisit atas hak dan kepentingan mereka.
Respons terhadap Kekosongan Hukum
-
Penafsiran Progresif oleh Hakim
Dalam sistem civil law, hakim dapat mengisi kekosongan hukum dengan menggunakan analogi atau prinsip umum keadilan. Hal ini menuntut hakim yang visioner dan peka terhadap nilai-nilai sosial. -
Legislasi Adaptif dan Responsif
Pemerintah dan DPR perlu membentuk undang-undang yang lebih lincah dan partisipatif, termasuk membuka ruang bagi emergency law, perppu, atau peraturan teknis dari lembaga regulator. -
Peran Lembaga Non-Hukum
LSM, media, dan lembaga etika dapat mendorong terbentuknya hukum baru serta menjadi penyeimbang dalam menjaga kepentingan publik selama kekosongan hukum terjadi.
Studi Kasus: Indonesia
-
Pinjaman Online (Pinjol): Sebelum hadirnya regulasi khusus dari OJK, banyak kasus intimidasi penagihan dan pelanggaran privasi yang terjadi akibat kekosongan hukum dalam pengawasan layanan digital keuangan.
-
Cybercrime: UU ITE masih memiliki banyak celah dalam menghadapi modus kejahatan digital terbaru seperti deepfake, ransomware, dan serangan terhadap sistem infrastruktur vital.
-
Hukum Lingkungan: Di banyak daerah, kekosongan atau lemahnya peraturan daerah tentang tambang dan lingkungan hidup menyebabkan eksploitasi yang merusak ekosistem.
Kesimpulan
Kekosongan hukum merupakan tantangan nyata bagi negara hukum modern. Kecepatan perubahan sosial menuntut respons hukum yang tidak hanya cepat, tetapi juga adil dan partisipatif. Oleh karena itu, kolaborasi antara legislator, yudikatif, akademisi, dan masyarakat sipil menjadi penting dalam mengisi kekosongan ini demi keadilan substantif dan kepastian hukum.
KAJIAN HUKUM PERTANAHAN VS SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH YANG DIKLAIM MERUPAKAN ASET DESA
Sabtu, 10 Mei 2025
Polemik Ijazah Presiden Joko Widodo: Kajian Hukum atas Legalitas Dokumen Negara dan Wewenang Legalisasi
Kamis, 08 Mei 2025
PENERAPAN POLMAS DALAM PENANGGULANGAN GANGGUAN TERHADAP IKLIM INVESTASI DI DAERAH
Rabu, 07 Mei 2025
KAJIAN HUKUM PERJANJIAN YANG DIBUAT TANPA IJIN SUAMI
Selasa, 06 Mei 2025
Kelalaian dan Kesengajaan Menurut Kajian Hukum Pidana
🇰 🇴 🇵 🇮 🇵 🇦 🇬 🇮
Artikel
Oleh Dr. Sunardi, SH., MH
Kelalaian dan Kesengajaan Menurut Kajian Hukum Pidana (Dengan Referensi Hukum Positif Indonesia)
1. Pendahuluan
Dalam hukum pidana Indonesia, pemidanaan terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan perbuatannya, tetapi juga harus ada unsur kesalahan. Kesalahan dalam hukum pidana dibedakan menjadi dua bentuk utama, yaitu kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa). Keduanya diatur dalam berbagai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dipertegas melalui praktik peradilan (yurisprudensi).
2. Kesengajaan (Dolus)
Dasar Hukum:
Kesengajaan dapat kita temukan dalam berbagai pasal KUHP, antara lain:
- Pasal 338 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
- Pasal 187 KUHP: tentang pembakaran dengan sengaja.
Unsur Kesengajaan:
Menurut Prof. Moeljatno, kesengajaan dalam hukum pidana berarti pelaku mengetahui dan menghendaki akibat dari perbuatannya.
Yurisprudensi:
- Putusan MA No. 1234 K/Pid/1992, menegaskan bahwa dolus eventualis cukup untuk mempertanggungjawabkan pelaku meski akibat bukan tujuan utama, asal akibat tersebut telah diperkirakan dan diterima.
3. Kelalaian (Culpa)
Pengertian
Kelalaian merupakan bentuk kesalahan di mana pelaku tidak memiliki niat melakukan tindak pidana, namun akibat yang timbul disebabkan oleh sikap tidak hati-hati atau lalainya dalam bertindak sesuai standar yang seharusnya.
Jenis-Jenis Kelalaian:
Culpa lata (kelalaian berat): Bentuk kelalaian yang menunjukkan kurangnya perhatian secara mencolok terhadap akibat dari perbuatannya.
Culpa levis (kelalaian ringan): Kelalaian yang terjadi karena kurangnya kehati-hatian biasa dari seseorang yang berakal sehat.
Culpa dengan kemungkinan (culpa met voorzienbaarheid): Pelaku seharusnya dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya akibat, namun mengabaikannya.
Culpa tanpa kemungkinan (culpa zonder voorzienbaarheid): Pelaku tidak memperkirakan akibat, padahal seharusnya mampu.
Contoh: Seorang pengemudi lalai melihat lampu merah dan menabrak pejalan kaki.
Dasar Hukum:
Kelalaian terdaoat dalam pasal-pasal tertentu dalam KUHP, antara lain:
- Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, dihukum dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
- Pasal 360 KUHP: tentang luka berat karena kelalaian.
Unsur Kelalaian:
Menurut R. Soesilo, kelalaian terjadi bila pelaku tidak menghendaki atau tidak menyadari akibat dari perbuatannya, tetapi seharusnya dapat menduga akibat tersebut.
Yurisprudensi:
- Putusan MA No. 792 K/Pid/1990, menyatakan bahwa pengemudi yang melanggar rambu lalu lintas dan menyebabkan korban jiwa dapat dijatuhi pidana atas dasar culpa.
4. Perbandingan dan Implikasi Yuridis
Perbedaan ini mempengaruhi jenis pidana yang dikenakan dan seberapa besar pembuktian dibutuhkan dalam pengadilan.
5. Penutup
Dalam hukum pidana Indonesia, perbedaan antara kesengajaan dan kelalaian bersifat esensial untuk menentukan bentuk pertanggungjawaban pidana. Dengan merujuk pada KUHP dan yurisprudensi Mahkamah Agung, pemahaman ini membantu penegak hukum dalam membedakan intensi pelaku dan menentukan hukuman yang adil sesuai dengan kadar kesalahannya.