KOPI HITAM

Selasa, 06 Mei 2025

Kelalaian dan Kesengajaan Menurut Kajian Hukum Pidana

🇰 🇴 🇵 🇮 🇵 🇦 🇬 🇮

Artikel

Oleh Dr. Sunardi, SH., MH


Kelalaian dan Kesengajaan Menurut Kajian Hukum Pidana (Dengan Referensi Hukum Positif Indonesia)

1. Pendahuluan

Dalam hukum pidana Indonesia, pemidanaan terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan perbuatannya, tetapi juga harus ada unsur kesalahan. Kesalahan dalam hukum pidana dibedakan menjadi dua bentuk utama, yaitu kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa). Keduanya diatur dalam berbagai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dipertegas melalui praktik peradilan (yurisprudensi).


2. Kesengajaan (Dolus)

Pengertian
Kesengajaan merupakan bentuk kesalahan di mana pelaku menyadari sepenuhnya bahwa perbuatannya dilarang dan dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum, namun tetap melakukannya. Kesengajaan menunjukkan adanya kehendak atau niat (mens rea) dalam melakukan perbuatan pidana.

Jenis-Jenis Kesengajaan:

Dolus directus (kesengajaan sebagai maksud): Pelaku secara sadar dan aktif menghendaki terjadinya akibat dari tindakannya.

Dolus indirectus (kesengajaan sebagai kepastian): Pelaku mengetahui akibat pasti akan terjadi dan tetap melakukan tindakan tersebut.

Dolus eventualis (kesengajaan sebagai kemungkinan): Pelaku menyadari kemungkinan timbulnya akibat, namun tidak menghindarinya dan tetap melanjutkan perbuatan.

Contoh: Seseorang menembak orang lain dengan niat membunuh (dolus directus), atau membakar rumah yang diketahuinya ada orang di dalamnya (dolus indirectus).

Dasar Hukum:
Kesengajaan dapat kita temukan dalam berbagai pasal KUHP, antara lain:

  • Pasal 338 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
  • Pasal 187 KUHP: tentang pembakaran dengan sengaja.

Unsur Kesengajaan:
Menurut Prof. Moeljatno, kesengajaan dalam hukum pidana berarti pelaku mengetahui dan menghendaki akibat dari perbuatannya.

Yurisprudensi:

  • Putusan MA No. 1234 K/Pid/1992, menegaskan bahwa dolus eventualis cukup untuk mempertanggungjawabkan pelaku meski akibat bukan tujuan utama, asal akibat tersebut telah diperkirakan dan diterima.

3. Kelalaian (Culpa)

Pengertian
Kelalaian merupakan bentuk kesalahan di mana pelaku tidak memiliki niat melakukan tindak pidana, namun akibat yang timbul disebabkan oleh sikap tidak hati-hati atau lalainya dalam bertindak sesuai standar yang seharusnya.

Jenis-Jenis Kelalaian:

Culpa lata (kelalaian berat): Bentuk kelalaian yang menunjukkan kurangnya perhatian secara mencolok terhadap akibat dari perbuatannya.

Culpa levis (kelalaian ringan): Kelalaian yang terjadi karena kurangnya kehati-hatian biasa dari seseorang yang berakal sehat.

Culpa dengan kemungkinan (culpa met voorzienbaarheid): Pelaku seharusnya dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya akibat, namun mengabaikannya.

Culpa tanpa kemungkinan (culpa zonder voorzienbaarheid): Pelaku tidak memperkirakan akibat, padahal seharusnya mampu.

Contoh: Seorang pengemudi lalai melihat lampu merah dan menabrak pejalan kaki.

Dasar Hukum:
Kelalaian terdaoat  dalam pasal-pasal tertentu dalam KUHP, antara lain:

  • Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, dihukum dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
  • Pasal 360 KUHP: tentang luka berat karena kelalaian.

Unsur Kelalaian:
Menurut R. Soesilo, kelalaian terjadi bila pelaku tidak menghendaki atau tidak menyadari akibat dari perbuatannya, tetapi seharusnya dapat menduga akibat tersebut.

Yurisprudensi:

  • Putusan MA No. 792 K/Pid/1990, menyatakan bahwa pengemudi yang melanggar rambu lalu lintas dan menyebabkan korban jiwa dapat dijatuhi pidana atas dasar culpa.

4. Perbandingan dan Implikasi Yuridis

Perbedaan ini mempengaruhi jenis pidana yang dikenakan dan seberapa besar pembuktian dibutuhkan dalam pengadilan.


5. Penutup

Dalam hukum pidana Indonesia, perbedaan antara kesengajaan dan kelalaian bersifat esensial untuk menentukan bentuk pertanggungjawaban pidana. Dengan merujuk pada KUHP dan yurisprudensi Mahkamah Agung, pemahaman ini membantu penegak hukum dalam membedakan intensi pelaku dan menentukan hukuman yang adil sesuai dengan kadar kesalahannya.

Tidak ada komentar:

PINGBOX saya