Judul: Fenomena Kekosongan Hukum dalam Dinamika Sosial: Tantangan dan Strategi Responsif
Oleh: Dr. Sunardi, S.H.,M.H
Pendahuluan
Hukum idealnya menjadi sistem normatif yang mengatur perilaku masyarakat secara adil dan tertib. Namun, dalam kenyataannya, terdapat kondisi yang disebut kekosongan hukum (legal vacuum), yaitu saat suatu persoalan dalam masyarakat tidak diatur secara memadai oleh norma hukum yang berlaku. Kekosongan ini menjadi sumber ketidakpastian dan ketidakadilan dalam kehidupan bernegara. Artikel ini membahas penyebab, dampak, dan solusi atas kekosongan hukum, serta relevansinya dalam konteks Indonesia saat ini.
Penyebab Kekosongan Hukum
-
Perubahan Sosial dan Teknologi yang Cepat
Masyarakat mengalami transformasi sosial, ekonomi, dan teknologi yang jauh lebih cepat dari kemampuan legislasi. Contohnya adalah fenomena kriptoaset, kecerdasan buatan, dan digitalisasi data pribadi yang belum diatur secara utuh dalam sistem hukum nasional. -
Keterbatasan Legislasi
Proses pembentukan hukum yang panjang dan politis menyebabkan banyak norma yang tertinggal relevansinya. Celah hukum juga muncul karena perumusan pasal yang kabur atau tidak komprehensif. -
Pluralisme Hukum
Dalam negara dengan sistem hukum ganda seperti Indonesia (hukum negara, adat, agama), sering terjadi tumpang tindih atau bahkan kekosongan pengaturan karena batas yurisdiksi yang tidak jelas.
Dampak Kekosongan Hukum
-
Ketidakpastian Hukum
Masyarakat dan pelaku usaha tidak memiliki kepastian dalam mengambil keputusan, yang dapat menghambat investasi dan kepercayaan publik terhadap institusi negara. -
Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan
Aparat penegak hukum dapat menafsirkan hukum secara subjektif, yang dapat membuka ruang untuk diskriminasi atau kriminalisasi sewenang-wenang. -
Ketidakadilan Sosial
Kelompok marginal sering menjadi korban karena tidak adanya perlindungan hukum yang eksplisit atas hak dan kepentingan mereka.
Respons terhadap Kekosongan Hukum
-
Penafsiran Progresif oleh Hakim
Dalam sistem civil law, hakim dapat mengisi kekosongan hukum dengan menggunakan analogi atau prinsip umum keadilan. Hal ini menuntut hakim yang visioner dan peka terhadap nilai-nilai sosial. -
Legislasi Adaptif dan Responsif
Pemerintah dan DPR perlu membentuk undang-undang yang lebih lincah dan partisipatif, termasuk membuka ruang bagi emergency law, perppu, atau peraturan teknis dari lembaga regulator. -
Peran Lembaga Non-Hukum
LSM, media, dan lembaga etika dapat mendorong terbentuknya hukum baru serta menjadi penyeimbang dalam menjaga kepentingan publik selama kekosongan hukum terjadi.
Studi Kasus: Indonesia
-
Pinjaman Online (Pinjol): Sebelum hadirnya regulasi khusus dari OJK, banyak kasus intimidasi penagihan dan pelanggaran privasi yang terjadi akibat kekosongan hukum dalam pengawasan layanan digital keuangan.
-
Cybercrime: UU ITE masih memiliki banyak celah dalam menghadapi modus kejahatan digital terbaru seperti deepfake, ransomware, dan serangan terhadap sistem infrastruktur vital.
-
Hukum Lingkungan: Di banyak daerah, kekosongan atau lemahnya peraturan daerah tentang tambang dan lingkungan hidup menyebabkan eksploitasi yang merusak ekosistem.
Kesimpulan
Kekosongan hukum merupakan tantangan nyata bagi negara hukum modern. Kecepatan perubahan sosial menuntut respons hukum yang tidak hanya cepat, tetapi juga adil dan partisipatif. Oleh karena itu, kolaborasi antara legislator, yudikatif, akademisi, dan masyarakat sipil menjadi penting dalam mengisi kekosongan ini demi keadilan substantif dan kepastian hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar