🇰 🇴 🇵 🇮 🇠🇮 🇹 🇦 🇲
Atribut Ormas dan Batasannya: Antara Identitas dan Ancaman Simbolik
Artikel
Dr. Sunardi, S.H., M.H
Di tengah maraknya organisasi kemasyarakatan (ormas) yang tumbuh dan beraktivitas di ruang publik, pakaian dan atribut sering kali menjadi simbol identitas dan kekuatan. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua simbol boleh digunakan secara bebas. Negara memiliki batasan yang jelas terkait hal ini demi menjaga ketertiban dan menghindari penyalahgunaan simbol kekuasaan.
Mengapa Atribut Ormas Perlu Diatur?
Atribut, seragam, dan lambang merupakan bagian penting dari identitas ormas. Sayangnya, dalam banyak kasus, atribut yang digunakan menyerupai seragam militer atau kepolisian. Ini menimbulkan kebingungan, bahkan ketakutan, di tengah masyarakat. Tidak jarang, atribut dipakai untuk menunjukkan dominasi atau menebar intimidasi dalam unjuk rasa, penggalangan massa, hingga aksi sweeping.
Landasan Hukum: UU Ormas dan Larangan Atribut Militeristik
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (yang telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2017) menegaskan larangan ini secara eksplisit:
Pasal 59 ayat (3): Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, atau atribut yang menyerupai institusi negara atau ormas lain.
Pasal 59 ayat (4): Ormas dilarang menggunakan atribut militer atau menyerupai seragam TNI dan Polri.
Pelanggaran terhadap aturan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi bisa merujuk pada pelanggaran pidana, apalagi jika disertai tindakan kekerasan atau penyalahgunaan wewenang simbolik.
Maklumat Kapolri dan Aturan Tambahan
Kepolisian melalui Maklumat Kapolri No. MAK/1/I/2021 juga memperingatkan masyarakat agar tidak menggunakan simbol atau atribut organisasi yang telah dilarang, terutama jika terkait paham radikalisme atau potensi mengganggu keamanan nasional.
Sanksi: Tidak Sekadar Teguran
Bagi individu atau kelompok yang melanggar aturan tersebut, sanksinya bisa berupa:
Sanksi administratif: pembubaran organisasi, pencabutan status badan hukum.
Sanksi pidana: termasuk penjara bagi mereka yang memakai atribut resmi negara secara tidak sah, sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU Ormas.
Menjaga Ketertiban, Bukan Membungkam Ekspresi
Perlu ditekankan bahwa regulasi ini tidak ditujukan untuk membungkam ekspresi ormas, melainkan memastikan bahwa tidak ada simbol kekuasaan yang disalahgunakan. Atribut bukan sekadar kain dan lambang—ia bisa menjadi alat mobilisasi, manipulasi, bahkan penindasan jika tidak dikontrol secara adil dan tegas.
KOPI HITAM meyakini bahwa ormas berperan penting dalam demokrasi. Namun kekuatan sosial ini harus dikelola dengan etika, tanggung jawab, dan patuh terhadap hukum. Atribut adalah bagian dari komunikasi publik, maka jangan sampai jadi senjata yang mengancam ruang hidup bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar